Subscribe:

Ads 468x60px

.

menu

Friday, November 22, 2013

Kemelut pada Awal Kemerdekaan


 Kemelut pada Awal Kemerdekaan

A.    Dari Gejolak sosial menjadi Gerakan Sosial

 Kemerdekaan adalah soal harga diri bangsa. Kemerdekaan pun merupakan harga mati bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, segala upaya untuk menenggelamkan makna kemerdekaan akan dihadapai oleh bangsa Indonesia dengan sepenuh jiwa raga.

1.    Pengambilalihan Kekuasaaan dalam tubuh KNIP

Pada undang-undang Dasar 1945 bab 1 ayat 2 dinyatakan bahwa MPR adalah penyelenggara negara tertinggi. Oleh karena MPR belum terbentuk, digunakkan pasal 4 peraliha UUD 1945 yang buyinya adalah sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk, segala kekuasaan dijalankan presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional (KN). Masalah timbul karena Komite Nasional juga belum terbentuk. Oleh karena itu KN harus dibentuk terlebih dahulu.

    Tugas KNIP adalah membantu penyelenggarakan pemerintah (tugas-tugas presiden). Begitu juga KID yaitu membantu Penyelenggara pemerintah daerah (gubernur). Jumlah KNIP secra keseluruhan adalah 150 0rang. Mereka berasal dari berbagai lapisn masyarakat. Pelantika anggota KNIP dilaksanakan di gedung kesenian, pasar baru, Jakarta pada tanggal 29 Agustus 1945 lembaga itu diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo.

       Rencana perubahan orientasi KNIP dari sebuah badan penasehat atau pembantu presiden menjadi sebuah badan legeslatif. Rencana ini dipelopori oleh Amir sjarifuddin, supeno, sukarni, subadio, ir. Sukiman, dan mangunsarkoro pada bulan Oktober  1945. Kelompok ini menganggap bahwa sistem presidensial terlalu otoriter, aristrokrat, dan totaliter. Dengan berbekal lima puluh tanda tangan anggota KNIP, mereka mengajukan petisi tentang perubahan kepada presidensoekarno pada tangga 7 oktober 1945.

        Presiden Suekarno dan wakilnya Drs. Mohammad Hattamemenuhi tuntutan itu. Pada sidang KNIP yang tidak diahadiri oleh presiden pada tanggal 16 oktober 1945, Drs. Mohammad Hatta mengeluarkan Mangklumat Wakil Presiden No X. Yang berisi hal-hal berikut.
a.    Komite nasional indonesia pusat diserahkuasai kekuasaan legistatif dsn ikut menetapkan Garis-Garis besar haluan negara sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat.
b.    Pekerjaan sehari-hari KNIP berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan pekerja yang dipilih diantara mereka dan bertanggung jawab kepada KNIP.
       Badan pekerja KNIP (BP-KNIP) beranggotakan 28 orang. Ketuanya adalah Sutan Sjahrir dan wakilnya Mr. Amir Sjarifuddin. Akibat dikeluarkan Mangklumat tersebut telah terjadi perubahan kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Selanjutnya dibentuk kabinet baru pada tanggal 14 November 1945. Sutan Sjahrir diangkat menjadi perdana mentri merangkap mentri luar negri. Amir Sjarifudddin menjadi mentri keamanan rakyat dan penerangan. Dengan demikian, telah terjadi penyelewengan Undang-undang Dasar 1945 yang ditunjukkan dengan digantikanya sistem presidensial menjadi sistem parlementer.

    Peristiwa pengambilalihan kekuasaan dalam KNIP dilakukan karena suekarno dan para pendukungnya dinaggap pernah kerja sama dengan Jepang. Sebaliknya, kelompok Sutan Sjahrir  dan Amir Sjarifuddin belum pernah bekerja sama dengan jepang, tetapi justru menjadi pemimpin gerakan bawah tanah melawan jepang.

2.    Revolusi Sosial di Berbagai Daerah
Revolusi sosial yang terjadi disebabkan oleh persaingan antara:
a.    Kelompok elite-elite alternatif;
b.    Kelompok kesukuan dan kemasyarakatan; serta
c.     Struktur-struktur kelas sosial yang kurang penting.
Beberapa kelompok masyarakat Indonesia menanggapi pernyataan proklamasi kemerdekaaan secara berlebihan. Atas nama menjunjung tinngi kedaulatan rakyat mereka mengintimidasi, menculik, dan membunuh pejabat pemerintah, kepala desa, dan anggota polisi yang kesetiaannya disangsikan. Ini terjadi di Brebes, Pemalang, Tegal, Yokyakarta dan di Sumatra.
a.    Peristiwa Tiga Daerah
Pada awal bulan oktober 1945 terjadi aksi –aksi menentang kepala desa. Aksi ini dipelopori oleh para pemuda dari golongan islam tradisional dan kaum komunis bawah tanah. Para bupati Brebes, Pemalang, dan Tegal digantikan oleh para pendukung revolusi ini. Pada puncaknya, residen pekalongan juga berhasil digantikan oleh mantan anggota PKI yang pernah di penjara pada masa pendudukan jepang. Pemeritah republik para pendukung revolusi sehingga revolusi berakhir dengan kegagalan.

b.    Revolusi Sosial di Sumatra
Beberapa daerah di Sumatra mengalami revolusi sosial yang keras.

1.    Aceh
Di Aceh terjadi permusuhan antara pemimpin agama dengan para bangsawan. Para bangsawan mengharapkan kembalinya kekuasaan Belanda dan sebaliknya para ulama merupakan pendukung republik. Revolusi berakhir dengan kekalahan para bangsawan. Mereka di jebloskan ke penjara oleh para ulama. Dengan demikian dominasi para bangsawan digantikan oleh para ulama.

2.    Sumatra Timur dan Tapanuli
Revolusi sosial di daerah ini terjadi pada bulan Meret 1946. Pada saat itu kelompok kiri bersenjata yang merupakan orang-orang Batak menyerang raja-raja Batak Simalungun dan Batak Karo. Salah satu korbanya adalah penyair Amir Hamzah, seorang pemimpin republik. Pihak pemerintah republik menangkap para pemimpin revolusi ini.
Hal serupa terjadi di Tapanuli, sumatra Utara. Sekitar 300 orang tewas ketika terjadi pertemuan antara orang-orang Batak Toba yang beragama kristen dan Batak Karo (beragama Islam) pada bulan Mei 1946.

c.    Peralihan kekuasaan di Jogjakrta
Pada saat itu penguasa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang menggantikan Sri Sultan Hamengku Bowono VIII ikut aktiv dalam revolusi nasional melawan pemerintah kolonial, baik Belanda meupun Jepang. Peralihan kekuasaan dari pemerintah jepang kepada Sri Sultan Hamengku Bowono IX di Yogyakarta terjadi dengan damai.
    Sri Sultan Hamengku Bowono  IX melakukan perubahan-perubahan untuk melakukan pembaruan. Contoh perubahan itu sebagai berikut.
1.    Tidak mengangkat patih baru ketika patihnya meninggal.
2.    Memperbanyak jumlah yang berhak memilih dewan dan kepala desa.
3.    Memberikan peranan yang lebih berarti kepada elite-elite istana.
4.    Mengganti bahasa jawa dengan bahasa Indonesia untuk alat komunikasi.


B.    Dari  Gerakan Sosial Menjadi Ancaman Disintegrasi Bangsa

Revolusi Indonesia pun bermuka dua, di suatu sisi berjuang mempertahankan kemerdekaan dari ancaman belanda di sisi lain berjuang mencegah disintegrasi bangsa akibat pertentangan ideologi, kepentingan dan ketidaksabaran daerah dalam menyikapi kebijakan pemerintah pusat.

1.    Impian Muso tentang Republik Soviet Indonesia
Sistem multi partai yang di terapkan pemerintah mendapatkan sambutan yang positif dari masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai partai politik baru dan partai yang dulu pernah terbentuk. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dahulu pernah terbentuk kembali berdiri pada tanggal 21 Oktober 1945. Tokoh-tokoh pendukungnya adalah Suripno, Muso, Amir Sjarifudin, M.H. Lukman, D.N. Aidit, Nyoto, dan Sudisman. Muso merupakan pimpinan PKI tahun 1920-an yang bermukim di Uni Soviet sejak tahun 1926. Kembalinya Muso mendapat sambutan kaum komunis dengan menjadikan pimpinan PKI.
Pada bulan September 1948 para pemimpin PKI mulai memperkuat organisasi para pemimpin seperti Muso, Sjarifuddin, Wikana dan Harjana mengadakan perjalanan ke Surakarta, Madiun,Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, dan Purwodadi. Merka mendorong para buruh dan petani untuk mengambil alih tanah milik para tuanya.
Pertempuran terbuka antara kekuatan para pendukung PKI dengan pemerintah mulai meletus di surakarta pad bulan september 1948. PKI melakukan langkah mundur dan menggabungkan diri dengan satuan-satuan PKI lainya di Madiun. Di tempat itu, mereka merebut tempat tempat setrategis, membunuh tokoh-tokoh propemerintah dan mengumumkan melalui radio telah terbentuknya Front Nasional. Para pemipin PKI seperti Muso dan Amir yang pada saat itu sedang melakukan perjalanan kedaerah belum sampai ke Madiun. Mereka segera bergegas ke Madiun untuk menangani kudeta yang telah terjadi.
Pemerintah Indonesia menumpas pemberontakan itu dengan tanpa ampun. Pada tanggal 19 September 1948 presiden Suekarno melalui siaran radio menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memilih Muso PKI-nya atau Suekarno-Hatta. Paukan Siliwangi Divisi I dan II di bawah pimpinan Kolonel Sungkono dan Kolonel Gatot Subroto menyerang dari arah timur dan barat Madiun. Para pemberontak melakukan gerak mundur dengan membunuh para pejabat pemerintah dan pemimpin Masyumi dan PNI. Kota Madiun dapat dikuasai pemerintah pada tanggal 30 September 1948.









2.    Impian Kartosuwiryo tentang Negara Islam Indonesia
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ( Darul Islam/Tentara Islam Indonesia )

Bendera DI/TII.
              Gerakan ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk memproduk undang- undang yang berlandaskan syariat Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alquran dan Hadits Shahih.
  Pada tanggal 7 Agustus 1949 di suatu desa di Kabupaten Tasikmalaya ( Jawa Barat ). Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya di namakan Darul Islam (DI) sedang tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia ( TII ). Gerakan ini dibentuk pada saat Jawa Barat di tinggal oleh Pasukan Siliwangi yang berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam Rangka melaksanakan ketentuan dalam Perundingan Renville.
     Ketika pasukan Siliwangi berhijrah, gerombolan DI/TII ini dapat leluasa melakukan gerakannya dengan membakar Rumah – Rumah Rakyat, Membongkar Rel Kereta Api, menyiksa dan merampok harta benda penduduk. Akan tetapi setelah pasukan Siliwangi mengadakan Long March kembali ke Jawa Barat, gerombolan DI/TII ini harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi.
        Usaha Untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini memerlukan waktu yang lama disebabkan oleh beberapa faktor, yakni :
-          Medannya berupa daerah pegunungan – pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk bergerilya,
-          Pasukan Kartosuwirjo dapat bergerak dengan leluasa di Kalangan Rakyat,
-          Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari beberapa orang Belanda, antara lain pemilik – pemilik perkebunan dan para pendukung negara Pasundan,
-          Suasana Politik yang tidak stabil dan sikap beberapa kalangan partai politik telah mempersulit usaha – usaha pemulihan keamanan.
Selanjutnya dalam menghadapi aksi DI/TII pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas gerombolanini. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “ Pagar Betis “ dan operasi “ Bratayudha “ Pada tanggal 4 Juni 1962 Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “ Bratayudha “ di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Kemudian Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo oleh Mahkamah Angkatan Darat dijatuhi hukuman mati sehingga pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dapa di padamkan.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah.
                Gerombolan DI/TII ini tidak hanya di Jawa Barat akan tetapi di Jawa Tengah juga muncul pemberontakan yang didalangi oleh DI/TII. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengha di bawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Dan Moh. Mahfudh Abdul Rachman ( Kiai Sumolangu ).
                Untuk menumpas pemberontakan ini pada bulan Januari 1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “ Gerakan Banteng Negara “ ( GBN ) di bawah Letnan Kolonel Sarbini ( Selanjut – nya di ganti Letnan Kolonel M. Bachrun dan Kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani ). Gerakan operasi ini dengan pasukan “ Banteng Raiders “.
                Sementara itu di daerah Kebumen muncul pemberontakan yang merupakan bagian dari DI/TII , yakni dilakukan oleh “ Angkatan Umat Islam ( AUI ) “ yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahudz Abdurachman yang dikenal sebagai “ Romo Pusat “ atau Kyai Somalangu. Untuk menumpas pemberontakan ini memerlukan waktu kurang lebih Tiga Bulan.
                Pemberontakan DI/TII juga terjadi di daerah Kudus dan Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 yang bergabung dengan DI/TII pada bulan Desember 1951. Untuk menumpas pemberontakan ini Pemerintah melakukan “ Operasi Merdeka Timur “ yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo.
                Pada awal tahun 1952 kekuatan Batalyon pemberontak tersebut dapat dihancurkan dan sisa – sisanya melarikan diri ke Jawa Barat.

Pemberontokan DI/TII di Aceh.
                Gerombolan DI/TII juga melakukan pemberontakan di Aceh yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Adapun penyebab timbulnya pemberontakan DI/TII di Aceh adalah kekecewaan Daud Beureuh karena status Aceh pada tahun 1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi kresidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh yang waktu itu menjabat sebagai Gubernur Militer menyatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Islam Indonesa di bawah Pimpinan Sekarmadji Maridjan Kartosuwiyo.
                Dalam menghadapi pemberontakan DI/TII di Aceh ini semula pemerintah menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima Daerah Militer 1/Iskandar Muda, Pada tanggal 17 – 21 Desember 1962 diselenggarakan “ Mustawarah Kerukunan Rakyat Aceh “ yang mendapat dukungan tokoh – tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/TII di Aceh dapat dipadamkan.

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.
                Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat ( APRIS ). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan.
                Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan memberi pangkat Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan teror terhadap rakyat.
                Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini pemerintah melakukan Operasi Militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di Sulawesi dapat dipadamkan.

Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan.
                Pada bulan oktober 1950 DI/TII juga melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hajar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos – pos kesatuan TNI.
                Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hajar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar pun menyerah, akan tetapi setelah menyerah melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga pada akhir tahun 1959 Ibnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya pun tertangkap.

3.    Pemberontakan Andi Aziz
Andi Aziz adalah seorang mantan kapten tentara KNIL.
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI
Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

4.    Pemberontakan Republik Maluku (25 April 1950)
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati.

5.    Impian Ahmad Huessin tentang pemerintah revolusioner republik indonesia (PRRI)
Pada saat itu situasi negara indonesia sedang tidak stabil. Beberapa daerah di sumatra dan sulawesi merasa tidak puas dengan pembagian alokasi biaya pembangunan dari pemerintah pusat. Sikap itu didukung oleh beberapa panglima militer. dengan demikian, pemberontakan PRRI dan Permesta dilatar belakangi oleh masalah otonomi dan perimbangan keuangan yang tidak memuaskan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
    Pemberontakan dimulai dengan pembentukan dewan dewan daerah berikut :
a.    Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husssen
b.    Dewan Gajah di Sumatra Utatra yang d pimpin oleh M. Simbolon
c.    Dewan Garuda  di Sumatra Selatan yang di pmpin oleh letkol Barlian
d.    Dewan Manguni di Sulawesi utara yang di pimpin oleh kolonel ventje sumual
Letkol Ahmad hussein pada tanggal 10 februari 1958 mengeluarkan ultimatum supaya kabinet juanda mundur. Pemeritah tidak menanggapi ultimatum tersebut. Oleh karena itu, Ahmad Hussein kemudian menggambil tindakan dengan memproklamasikan berdirinya PRRI atau Permesta pada tanggal 15 februari 1958. Perdana mentri Syafruddin prawiranegara, dengan pusat pemerintahan di bukit tinggi.
    Pemerintah melakukan oprasi tegas, oprasi 17 agustus, operasi saptamarga, operasi sadar dan oprasi merdeka untuk menumpas pemberontakan PRRI. Sisa-sisa anggota PRRI juga diberikan penerangan-penerangan dan seruan melalui media massa untuk kembali ke pangkuan NKRI. Pada tanggal 29  mei 1961 Ahmad hussein menyerahkan diri kepada pemerintah, diikuti oleh pasukanya dan para tokoh PRRI yang lain.

6.    Memperjuangkan daerah ala Ventje Sumual
Pemberontakan Permesta dipelopori oleh Vantje Sumual. Pada saat itu dia menjabat sebagai panglma tenttara dan teritorium VII wirabuana. Pemberontakan terjadi di sulawesi utara dan sulawesi tenggah. Proklamasi permesta terjadi di makassar pada tanggal 1 maret 1957. Tujuan pemberontakan permesta adalah memperjuangankan otonomi daerah yang seluas-luasnya dan menentang paham komunis yang berkembang di wilayah republik Indonesia. Tokoh-tokoh permesta adalah kolone A.E. Kawilarang, Letnan Kolonel D.J. somba sibagat, Letnal Kolonel Shaleh Lahade, mayor Runturambi dan mayor Gerungan.

C.     Peristiwa G30S/PKI
Kondidi politik Indonesia pada tahun 1965 sedang memanas. Di bidang politik berkembang paham nasionalis, agam, dan komunis(nasakom). Dengan demikian komunis tumbuh subur di indonesia. Misalnya dengan adanya penempatan golongan komunis pada semua instasi dari pusat sampai daerah, organisasi-organisasi anti komunis dibubarkan, pembentukan poros jakarta-phnom phenh-hanoi-beijing-pyongyang pada bulan agustus 1965, dan usulan pembentukan angkatan ke lima.
    Di bidang ekonomi pemerintah melakukan devaluasi uang pada tanggal 24 agustus 1959. Langkah selanjutnya pemerintah adalah mengeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi yang di sebut dengan “ deklarasi ekonomi” atau “dekon”. Dibidang sosial pada saat itu muncul “aksi sepihak” yang dilancarkan oleh PKI dan pendukungnya. Para petani dan buruh di dorong untuk mengambil alih tanah dari para tuan tanah. Aksi itu terjadi di bali, jawa dan sumatra utara.
    Kondisi diperparah dengan adanya pertentangan yang terjadi antara PKI dan TNI-AD, di temukanya dokumen gilchrist, dan berita sakitnya presiden suekarno yang kemungkinan tidak dapat di sembuhkan. PKI secepatnya menagmbil tindakan dengan melakukan gerakan 30 september 1965.pelaksanaan ini dilakukan pada tanggal 1 oktober 1965 dinihari pukul 03.30. dengan tujuan merebut kekuasaan pemerintah . susunan gerakan 30 S PKI/1965 sebagai berikut.
Pemimpin        : D.N aidit
Pemimpin pelaksana     : sjam kamaruzzaman
Pemimpin militer     : letkol inf. Untung sutopo, kolonel inf. A. Latief, mayor udara suyono, dan brigjen TNI suparjo
Pemimpin politik     : sjam kamaruzzaman dan pono
 Gerakan ini ditandai dengan usaha penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh pejabat tinggi militer indonesia yaitu  Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi), Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi), Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)



Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.

Pasca kejadian


Pemakaman para pahlawan revolusi. Tampak Mayjen Soeharto di sebelah kanan
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukanDewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Soviet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
Akibat tidakan PKI menti/panglima angkatan darat tidak dapat menjalankan tugasnya. Mayor jendral soeharto selaku panglima komando strategis angkatan darat(kostrad) kemudian mengambil alih pimpinan angkatan darat. Tindakan yang dilakukan sebagai berikut.
a.    Menetralisasi pasukan-pasukan yang berada di sekitar lapangan merdeka.
b.    Merebut gedung RRI dan kantor pusat telekomunikasi yang telah dikuasai PKI.
c.    Pada tanggal 2 oktober 1965 membersihkan pangkalan udara halim perdana kusumah dar pasukan-pasukan G 30 S/PKI 1965.

Operasi penumpasan terhadap G 30S/PKI 1965 di mulai pada tanggal 1 oktober 1965 pukul 19.00 pada saat itu esimen para komando angkatan darat (RPKAD) yang bernama komando pasukan khusus (kopassus) dengan di pimpin kolonel sarwo edhi wibowo berusaha merebut kembali studio RRI pusat dan kantor pusat telekomunikasi. Melalui siaran RRI itu kemudian diumumkan hal-hal sebagai beriku.
a.    Perebutan kekuasan telah dilakukan oleh PKI dengan G 30 S-nya
b.    Presiden dan menko hankam dalam keaddan aman dan sehat
    operasi militer dilanjutkan ke pangkalan udara Halim perdanakusuma yang dapat dikuasi pada tanggal 2 Oktober 1965. Lubang buaya baru dapat dibersihkan pada tangggal 3 oktober 1965. Saat itu berhasil di temukan para korban penulikan dan pembunuhan PKI. Pengambilan jenazah baru dilaksanakan pada tanggal 4 oktober 1965 dan tanggal 5 oktober 1965 dimakamkan di makam taman pahlawan Kalibata. Mereka yang menjadi korban keganasan PKI ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.

sumber : dari buku PR sejarah kelas 12 semester 1

0 komentar:

Post a Comment