Teori Ketergantungan merupakan salah satu kelompok Teori Struktural yang menekankan lingkungan material manusia, yakni organisasi kemasyarakatan beserta sistem imbalan-imbalan material yang diberikannya, perubahan-perubahan pada lingkungan material manusia termasuk perubahan-perubahan teknologi. Ada dua induk teori ketergantungan Pertama adalah seorang Ekonom Liberal, yakni Raul prebish. Induk kedua adalah teori-teori Marxis tentang imperialisme dan kolonialisme.
1. Teori Raul Prebish : Industri Subsitusi Impor.
Raul Prebisch adalah seorang ahli ekonomi liberal, yang menjadi sekretaris eksekutif sebuah lembaga PBB yang didirikan pada tahun 1948 di Sintago de Chile. Tahun 1935 sampai 1943 sebagai seorang Presiden Direktur Bank Sentral Argentina. pada tahun 1950 menjadi Direktur ECLA. Pada tahun 1950, beliau menerbitkan karyanya yang berjudul The Economic Development of Latin America and its Principal Problem. Karya ini, yang dianggap sebagai karya pertama dari teori ketergantungan, kemudian dikenal sebagai Manifesto ECLA. Pada karya tersbut seperti yang dikutib oleh Blostrom dan Hettne menuliskan:
Di Amerika latin, kenyataan sedang mengingkari Teori Pembagian Kerja Secara Internasional yang sudah ketinggalan jaman; teori ini memang mencapai kejayaan pada abad ke-19, tetapi memang masih terus berpengaruh sampai belakangan ini. Di bawah sekema teori ini, Amerika latin mendapat tugas khusus, sebagai negara pinggiran dalam sistem perekonomian dunia, untuk memprduksi makanan dan bahan mentah bagi negara-negara industri di pusat. Tak ada tempat bagi industri-alisasi untuk negara-negara baru ini. Tetapi serangkaian peristiwa telah memaksa negara-negara ini untuk melakukan industrialisasi. Dua perang dunia dan sebuah krisis ekonomi besar di antara kedua perang tersebut, yang terjadi dalam satu generasi, telah membuka mata orang-orang Amerika latin bahwa mereka memiliki kesempatan untuk melakukan industrialisasi.
Dari pernyataan di atas, tampak jelas adanya dua pendapat yang penting. Pertama, kritiknya terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas. Kedua, hambatan industrialisasi, dan karena itu juga hambatan terhadap pembangunan, disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Ini jelas berbeda dengan tesis Teori Modernisasi.
Menurut Prebisch, adanya Teori Pembagian Kerja Secara Internasional, yang didasarkan pada Teori Keunggulan Komparatif, membuat negara-negara di dunia melkukan spesialisasi produksi dan ini mengakibatkan pembagian kelompok negara menjadi dua bagian kelompok, negara-negara pusat yang menghasilkan barang industi, dan ngara-negara pinggiran yang memproduksi hasil-hasil pertanian. Keduanya saling melakukan perdagangan, dan menurut teori diatas seharusnya negara-negara tersebut saling beruntung dan sama kaya namun kenyataannya tidak. Mengapa?
Prebisch mengatakan bahwa ini terjadi karena penurunan nilai komoditi pertanian terhadap komoditi barang industri. Barang industri semakin mahal dibandingkan barang pertanian. Akibatnya terjadi Defisit pada neraca perdagangan negra pertanian apabila mereka berdagang dengan negara industri. Dan defisit ini makin lama semakin besar. Disini maka berlaku hukum engels, yang menyatakan bahwa pendapatan yang meningkat menyebabkan prosentasi konsumsi makanan terhadap pendapatan menurun. Artinya, pendapatan yang naik tidak akan menaikkan konsumsimakanan, tetapi justru menaikkan konsumsi barang-barang industri. Oleh karena itu, Prebisch menyimpulkan bahwa ketebelakangan negara Amerika latin tetap berlangsung karena negara-negara ini telalu ngandalkan ekspor barang-barang primer, kesimpulan ini kemudian dikenal dengan istilah Tesis Prebisch-Singer.
Pada tahun 1950, Presbich menerbitkan karyanya yang berjudul The Economic Development of Latin America and its Principal Problems. Teori Pembagian Kerja Secara Internasional, didasarkan pada Teori Keunggulan Komparatif, membuat negara-negara di dunia melakukan spesialisasi produksinya, sehingga negara didunia terpecah menjadi dua kelompok, negara-negara pusat yang menghasilkan barang industri dan negara-negara pinggiran yang menghasilkan produksi pertanian. Menurut teori di atas, seharusnya keduanya saling beruntung dan sama-sama kaya, tetapi kenyataan menunjukkan hal yang sebaliknya. Ini dikarenakan terjadinya penurunan nilai tukar dari komoditi pertanian terhadap komoditi industri, yang akhirnya menimbulkan defisit neraca perdagangan secara terus menerus. Atas dasar analisisnya ini, Prebish berpendapat bila ingin keluar dari ketertinggalan ini, negara pinggiran harus melakukan industrialisasi yang dimulai dari industri subsitusi impor, pemerintah perlu melindungi industri yang baru tumbuh ini melalui kebijakan proteksi. Bagi Prebisch, campur tangan pemerintah merupakan sesuatu yang sangat penting untuk membebaskan negara-negara ini dari rantai keterbelakangannya.
2. Perdebatan tentang Imperialisme dan Kolonialisme ( Teori 3G God Glory Gold)
Pemikiran tentang imperialisasi dan kolonialisme bergumul dengan pertanyaan: mengapa bangsa-bangsa di Eropa melakukan ekspansi keluar dan menguasai bangsa-bangsa lainnya, baik secra politis maupun secara ekonomis. Apa yang menjadi dorongan utamanya? Ada tiga kelompok teori yang memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini, yakni:
(1) Kelompok teori yang menekankan idealisme manusia dan keinginannya untuk menyebarkan ajaran Tuhan, untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
(2) Kelompok teori yang menekankan kehausan manusia terhadap kekuasaan, untuk kebesaran pribadi maupun kebesaran masyarakat dan negaranya.
(3) Kelompok teori yang menekankan pada keserakahan manusia, yang selalu berusaha mencari tambahan kekayaan, yang dikuasai oleh kepentingan ekonomi.
Ketiga kelompok teori ini dirumuskan sebagai kelompok-kelompok teori God (Tuhan, yang melambangkan keinginan manusia untuk menyebarkan agama untuk menciptakan dunia yang lebih baik), teori Glory (kebesaran, yang melambangakan kahausan manusia akan kekuasaan), dan teori Gold (emas, yang melambangkan keserakahan manusia akan harta).
Ada tiga kelompok yang memberikan jawaban terhadap dorongan utama bagi bangsa Eropa melakukan ekspansi keluar dan menguasai bangsa-bangsa lain (imperialisme dan Kolonialisme), baik secara polotis maupun ekonomis adalah sebagai berikut:
a. TEORI GOD
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa motivasi utama dari orang-orang Eropa untuk mengarungi samudra dan bertualang di negara-negara lain adalah untuk menyebarkan agama. Masyarakat yang sudah atau belum memiliki agama akan mereka perkenalkan agama mereka demi kemajuan masyarakat tersebut. Masyarakat yang belum memiliki agama dan masih memuja patung, matahari dll akan mereka tanamkan nilai-nilai agama bangsa eropa. Sehingga pola pikir masyarakat yang mengganut kepercayaan bangsa eropa akan lebih maju dalam kehidupan.
Mereka (orang-orang Eropa) ingin membaptis orang- orang yang masih dianggap bar-bar, yang masih belum mengenal tuhan meraka dan mendapatkan pahala dari agama mereka karena berhasil menyelamatkan orang lain di dunia ini dari dosannya. Begitulah pemikiran yang ada di benak-benak orang Eropa ketika itu. Karena dalam itulah kapal-kapal yang mengarungi samudara ke benua Amerika, Afrika, dan Asia, di samping membawa tentara mereka juga membawa pendeta. Bahwa misi ini kemudian berkembang menjadi dominasi politis dan ekonomis orang-orang Eropa terhadap Negara-negara yang dikunjunginya, itu adalah akibat sampingan dari pengembaraan untuk penyebaran agama ini.
b. TEORI GLORY
Teori ini menjelaskan bahwa dorongan utama dari Imperialisme dan Kolonialisme adalah bukan kepentingan agama atau ekonomi, melainkan kehausan akan kekuasaan atau kebesaran. Salah satu pencetus teori ini adalah Joseph A. Schumpeter. Dia membantah bahwa imperialisme dan kolonialisme digerakkan oleh dorongan ekonomi. Dia memberikan bukti-bukti bahwa banyak Negara Eropa sebenarnya mengalami kerugian secara ekonomis karena petualangannya menjadi imperialis dan kolonialis.
Bagi Schumpeter kapitalisme bertentangan dengan imperialisme. Kapitalisme dibangun atas dasar rasionalitas, sedangkan imperialisme tidak. Imperialisme di dorong oleh keinginan berperang, untuk membuktikan keperkasaan diri. Hal-hal ini jauh dari pikiran seorang kapitalis yang rasional. Oleh karena itu setiap perang selalu secara saksama diberi alasan sebagai perang untuk mempertahankan diri oleh semua pemerintah yang terlibat, dan oleh semua partai politik dalam pernyataan resmi mereka. Ini berarti bahwa pernyataan perang dengan alasan lain merupakan sesuatu yang tidak bisa diterima secara politis.
Bagi Schumpeter, imperialisme dalam arti ekspansi (yang seringkali menggunakan kekuatan militer) ke Negara-negara lain merupakan sesuatu yang tidak rasional karena secara ekonomis seringkali tidak menguntungkan. Datangnya dorongan irasional ini Schumpeter menjelaskannya dengan Teori Atavisme yaitu Pada manusia ada instink agresif untuk menyerang dan berperang. Instink ini tumbuh subur dijaman dulu. Tentu saja instink ini dulunya berguna untuk mendapatkan sumber kehidupan, serta mempertahankan hidup seperti halnya hewan di hutan yang harus mencari makan dengan kekerasan.
Oleh perkembangan sosial dan cultural manusia, cara untuk mendapatkan sumber kehidupan dan mempertahankannya tidak lagi mengandalkan kekuatan fisik. Agresivitas dan instink untuk berperang
menjadi kurang fungsional pada masyarakat modern, dan karena itu mulai menghilang, tetapi instink ini sebenarnya tidak hilang sepenuhnya dan muncul kembali dalam bentuk-bentuk yang sudah terbungkus. Imperialism adalah manifestasi dari adanya instink agresif pada mausia. Kerena itu Schumpeter mendefinisikan imperialisme sebagai kecenderungan tanpa objek dari Negara untuk melakukan ekspansi secara tidak terbatas. Kecenderungan ini disebabkan oleh instink primitif manusia yang diwarisi dari masa lalu, yaitu instink untuk berperang. Kecenderungan ini berasal dari sebuah struktur sosial yang dikuasai oleh sekelompok ahli perang yang membutuhkan ekspansi untuk kepentingan ekspansi, perang untuk sekedar berkelahi, kemenangan sekedar untuk memenangkan, dan domonasi sekedar untuk menguasai. Oleh karena itu imperialisme pada dasarnya tanpa tujuan tertentu, dan tanpa objek. Dia hanya melayani instink yang bergejolak di dalam diri manusia.
Inilah teori atavisme, yakni instink agresif yang muncul kembali pada manusia modern, yang dipakai oleh Schumpeter untuk menjelaskan segala imperialisme dan kolonialisme. Bagi Schumpeter, imperialisme dan kolonialisme bukan dimaksudkan demi kepentingan ekonomi, tetapi kepentingan (dan kebesaran bangsa) dipakai sebagai alasan untuk menutupi dorongan yang sebenarnya.
c. TEORI GOLD
Teori ini menjelaskan imperialism dan kolonialisme melalui motivasi keuntungan ekonomi. Salah satu buku klasik tentang imperialisme yang termasuk dalam kategori ini ditulis oleh John A. Hobson, dengan judul Imperialism: A Study. Dalam karyanya yang lain , hobson menjelaskan imperialisme trjadi karena dorongan untuk mencari pasar dan investasi yang lebih menguntungkan. Imperialisme ada hubungannya dengan kapitalisme. Pada suatu saat perkembangan kapitalisme mencapai sebuah keadaan dimana prokdutivitas menjadi semakin meningkat tetapi pasar di dalam negeri terbatas. Buruh yang dibayar dengan upah rendah tidak bisa membeli kelebihan produksi yang ada. Karena itu, hasil-hasil produksi ini harus dicarikan pasar di luar negeri.
Pada titik ini juga investasi dari luar negeri menjadi kurang menguntungkan, karena pasar dalam negeri sudah jenuh. Maka modal yang ada diekspor ke luar. Modal diinvestasikan di Negara-negara lain yang pasarnya masih belum jenuh. Kedua hal inilah, yakni usaha untuk mencari pasar baru dan usaha untuk menemukan daerah investasi yang lebih menguntungkan yang mengakibatkan terjadinya imperialisme. Dengan pertolongan Negara yang menggunakan armada militernya, pasar dan investasi di luar negeri diamankan. Imperialisme menguntungkan kaum kapitalis finansial, yakni kaum kapitalis yang menguasai uang. Merekalan yang mendesak pemerintahnya untuk melakukan ekspansi kekuasaan politiknya. Jadi apakah imperialisme adalah akibat meningkatnya produktivitas industri? Apakah imperialisme merupakan akibat dari kemajuan kapitalisme itu sendiri?. Hobson mengatakan bahwa bukan kemajuan industri yang menyebabkan adanya kebutuhan untuk mencari pasar dan daerah baru untuk investasi, tetapi pendapatan pemerataan yang timpang yang mengakibatkan daya beli yang lemah, membuat kesanggupan menyerap hasil industri dan modal di dalam negeri terhambat. Karena itu, bagi Hobson cara mengatasi imperialism adalah melalui sebuah pembaharuan sosial. Tujuan utama dari pembaharuan sosial ini, dalam aspek ekonominya adalah ntuk menaikkan standar konsumsi pribadi dan konsumsi masyarakat di seluruh negeri, supaya negeri ini tetap memelihara standar konsumsi yang tinggi untuk menyerap hasil produksinya. Bagi Hobson, imperialisme bisa dicegah jika upah buruh dinaikkan , sehingga peningkatan produksi barang-barang industry bisa diserap di dalam negeri sendiri, sehingga tidak usah mencari penyalurannya ke luar.
Pendapat ini mendapat tanggapan dari V.I. Lenin di dalam bukunya yang berjudul Imperialism The Hightes Stage of Capitalism yang ditulisnya di negeri Swiss pada tahun 1916, ketika dia hidup dalam perasingan. Menurut Lenin, imperialisme merupakan puncak tertinggi dari perkembangan kapitalisme. Kapitalisme mula-mula berkembang melalui kompetisi di pasar bebas, kemudian setelah tumbuh perusahaan- perusahaan raksasa (sementara yang lemah mati) muncullah kapitalisme monopoli. Beberapa perusahaan besar praktis menguasai pasar. Unsure baru dari kapitalisme baru ini adalah berkuasanya kaum monopolis yang merupakan gabungan dari pengusaha- pengusaha yang paling besar.” Kata Lenin.
Lenin mengatakan bahwa kaum monopolis ini akan dapat bertahan kalau mereka menguasai sumber- sumber yang menghasilkan bahan mentah. Karena itulah mereka melaukan imperialisme dan kolonoalisme. Karena dengan menguasai derah yang menjadi sumber bahan mentah, kelangsungan dan perkembangan mereka lebih terjamin daripada bahan- bahan mentah itu harus mereka peroleh melaluo kompetisi di pasar bebas. Bagi Lenin, terapi yaNg ditawarka Hobson, yakni memperbaiki kondisi kehidupan buruh merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Bagi Lenin, kapitalisme hanya digerakkan oleh tujuan tunggal yaitu mencari keuntungan yang lebih banyak. Jika pilihannya supaya kapitalisme bisa hidup terus adalah antara: 1) menikkan produksi di dalam negeri, menurunkan haerga barang, dan menaikkan upah buruh ( dengan demikian mengurangi keuntungan), 2) pergi ke luar negeri dan menjajah negeri itu (dengan demikian mendapat keuntungan yang lebih besar lagi dari investasinya), jelas bahwa para kapitalisme akan memilih yang kedua.
FAKTOR PENYEBAB ADANYA TEORI 3G (GOD, GLORY, GOSPEL)
1)
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan pada akhir abad pertengahan, menimbulkan perubahan besar dan cepat (revolusi). Hal itu diperlihatkan dengan munculnya penemuan Nicolaus Copernicus dengan teori Heliosentris (berasal dari kata helios=matahari, centrum=pusat), artinya tata surya ini berpusat pada matahari. Teori heliosentris ini membantah teori lama yang bersifat geosentris (geos=bumi, centrum=pusat). Ajaran geosentris ini pada perkembangannya melahirkan suatu pandagan bahwa bumi ini datar seperti meja. Ajaran geosentris didukung dan disahkan oleh gereja sebagai salah satu ajaran resmi para penganut gereja khatolik.
Teori heliosentris dipertegas dan diperjelas oleh ilmuwan dari Italia,Galileo Galilei. Karya ciptanya berupa teleskop, yang dapat mempelajari gugusan bintang. Akan tetapi, gagasan Galileo dianggap bertentangan dengan ajaran gereja dan dinyatakan sebagai ajaran sesat.
Perkembangan pemikiran baru dari Copernicus dan Galileo di Eropa mengubah pandangan masyarakat Eropa tentang keberadaan bumi. Pemikiran Copernicus dan Galileo menyatakan bahwa bumi ini bula dan matahari sebagai pusat tata surya. Pernyataan itu mendorong orang-orang Eropa untuk mengarungi lautan mencari daerah baru.
Keinginan untuk mengarungi samudra semakin besar, ketika muncul buku karangan Marco Polo yang berjudul "Imago Mundi" (Citra Dunia) dan"Il Milline" (Sejuta Keajaiban). Pada kedua buku ini dijelaskan tentang kekayaan yang melimpah di negeri timur (Cina dan Jepang). Kekayaan itu berupa emas, perak, dan sutra. Kisah dalam buku Marcopolo itu memberikan dorongan bagi para pelaut Eropa untuk mengarungi samudra.
2)
Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor paling kuat yang mendorong bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudra. Sebelum menemukan daerah pusat rempah-rempah, bangsa Eropa hanya mendapatkan hasil dagangan di pusat-pusat perdagangan Asia Barat. Barang dagangan yang diperoleh berasal dari India, Cina, Jepang, dan Asia Tenggara. Keuntungan yang diperoleh oleh bangsa Eropa dengan membeli barang dagangan dari pelabuhan Asia Barat sangat sedikit. Apalagi para pedagang Asia Barat menjual barang dagangan dengan harga yang mahal. Karena itu orang-orang Eropa berkeinginan mencari barang dagangan dari pusatnya. Dengan begitu, mereka berharap memiliki keuntungan yang berlipat ganda.
3)
Politik
Faktor berikutnya yang mendorong bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudra adalah peristiwa jatuhnya Konstantinopel ke tangan penguasa Turki Usmania tahun1453. Peristiwa ini menyebabkan orang-orang Eropa tidak mau berdagang di wilayah perdagangan Asia Barat. Akibatnya, perdagangan antara dunia timur dan barat terputus.
Perkembangan berikutnya, bangsa Eropa mencari arah lain untuk menuju dunia timur. Keadaan ini menimbulkan gerakan pelayaran dan penjelajahan samudra secara besar-besaran.
4)
Idealisme
•
Keberhasilan para pelaut Portugis dan Spanyol merintis jalan laut menuju Nusantara, mendorong gelombang pelayaran berikutnya. Tidak hanya ekspedisi dari Portugis dan Spanyol, meliainkan juga dari Inggris dan Belanda. Bangsa Eropa yang datang ke dunia timur pun pada dasarnya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor idealisme, dan merupakan tujuan utama mereka. Tujuan mereka sama yaitu Gold, Glory, danGospel.
•
Gold secara harfiah berarti emas. Namun selain emas, orang-orang Eropa secara khusus mencari rempah-rempah, yang merupakan sumber kekayaan yang sangat penting dan laku dipasaran Eropa. Hasil pertanian ini mereka perlukan untuk obat-obatan dan penyedap serta pengawet makanan. Terlebih setelah terjadi Perang Salib, orang-orang Eropa lebih terdorong untuk mendapatkan sumber kekayaan itu langsung dari tempat asalnya.
•
Selain bermotifkan Gold, para penjelajah Eropa pun mengharapkan Glory, otau kejayaan. Hampir setiap orang ingin berjaya. Hanya anak kecil, orang tua yang pikun dan orang gila yang tidak memikirkan kejayaan. Bukan orang Eropa saja yang mengejar kejayaan di Nusantara. Bahkan kata "Nusantara" merupakan lambang kejayaan Majapahit yang berhasil menundukan kerajaan-kerajaan yang lemah. Setelahmendapatkan daerah rempah-rempah, bangsa-bangsa Eropa mempunyai idealisme penguasaan daerah tersebut guna mencapai kejayaan.
•
Idealisme terakhir dari para penjelajah Eropa adalah menyebarkan agama Nasrani (gospel). Salah seorang tokoh penyebar agama Nasrani di Indonesia bagian timur, seperti di Makassar, Ambon, Ternate, dan Morotai adalah Franciscus Xaverius atau Santo Francis Xavier (1506-1552). Xaverius bersama Santo Ingatius de Loyola mendirikan Ordo Yesuit.
3. Teori Paul Baran : Sentuhan yang Mematikan dan Kretinisme
Paul Baran adalah seorang pemikir Marxis yang menolak pandangan Marx tentang pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Bila Marx mengatakan bahwa sentuhan negara-negara kapitalis maju kepada negara-negara pra-kapitalis yang terbelakang akan membangunkan negara-negara yang terakhir ini untuk berkembang seperti negara-negara kapitalis di Eropa, Baran berpendapat lain. Baginya, sentuhan ini akan mengakibatkan negara pra-kapitalis tersebut bertambah kemajuannya dan akan terus hidup dalam keterbelakangan. Pandangan atau teori Baran ini dituangkannya dalam bukunya yang tekenal, The Political Economy of Growth, sebuah study tentang dampak kolonialisme di india yang diterbitka oada tahun 1957.
Dengan pendapatnya ini, berbeda dengan Marx, Baran menyatakan bahwa perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran berbeda dengan perkembangan kapitalisme di negra-negara pusat. Di negara pinggiran, sistem kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme. Orang yang dihinggapi penyakit ini tetep kerdil dan tidak bisa besar.
Mengapa negara-negara yang menjadi korban imperialisme tidak bisa mengembangkan dirinya, berbeda dengan kapitalisme yang menggejala di negara-negara pusat dulu? Menurut Baran kapitalisme di negara-negara pusat bisa berkembang karena adanya tiga faktor atau prasyarat:
(1) Meningkatnya produksi diikuti dengan tercabutnya masyarakat petani dari pedesaan.
(2) meningkatnya produksi komoditi dan terjadinya pembagian kerja mengakibatkan sebagian orang menjadi buruh, dan yang lainnya menjadi majikan.
(3) Mengumpulnya harta di tangan para pedagang dan tuan tanah.
Faktor ketiga itulah yang membuat kapitalisme dimungkinkan di Eropa. Surplus yang ada di tangan para pedagang dan tuan tanah kemudian diinvestasikan ke bidang industri. Sementara yang terjadi di negara-negara pinggiran sebaliknya.
Pada bagian ini dibahas teori-teori yang merupakan pendahuluan bagi munculnya Teori Ketergantungan. Teori Ketergantungan memakai pendekatan struktural. Karena itu, teori itu dapat digolngkan kedalam kelompok Teori Struktural.
Teori Struktural sendiri memang berpangkal pada filsafat yang dikembangkan oleh Karl Marx. Teori ini membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme akan menjadi cara produksi tunggal, dan menciptakan proses maupun struktur masyarakat yang sama di semua negara yang ada di dunia ini. Seperti yang diuraikan mula-mula oleh Prebisch, kemudian oleh Baran, kapitalisme yang berkembang di negara-negara yang menjadi korban imperialisme, tidak sama dengan perkembangan kapitalisme dari negara-negara imperialis yang menyentuhnya. Kapitalisme di negara pinggiran merupakan kapitalisme yang sakit, yang sulit berkembang. Dia mempunyai dinamika yang berlainan. Karena itu, dia harus dipelajari dirinya sendiri, sebagai sesuatu yang unik. Kalau kita hanya menerapkan saja teori-teori dan konsep-konsep yang berlaku di negara-negara kapitalis pusat, mungkin kita tidak pernah dapat memperoleh pemahaman yang benar tentang dinamika dan proses kapitalisme pinggiran ini.
Pendapat Marx yang menyatakan bahwa negara-negara pra-kapitalis di Asia adalah seperti seorang puteri cantik yang masih tidur, yang sedang menunggu ciuman seorang pangeran tampan untuk membangunkannya, memang ada benarnya. Pangeran tampan ini adalah negara-negara kapitalis industrial yang sudah maju. Ciumannya adalah imperialisme. Setelah dicium, si putri cantik memang terbangun. Tetapi Marx rupanya tidak sampai mengira bahwa hidup sang putri yang sudah bangun ini selalu dalam keadaan tidak sehat, karena ciumannya beracun.
Teori Ketergantungan menyatakan bahwa (1) negara-negara pinggiran yang pra kapitalis mempunyai dinamika sendiri yang bila tidak disentuh oleh negara-negara kapitalis maju akan berkembang secara mandiri, dan (2) justru karena sentuhan negara-negara kapitalis maju ini, perkembangan negara-negara pinggiran menjadi terhambat. Dengan demikian, menurut Teori Ketergantungan, keterbelakangan yang terjadi di negara-negara pinggiran disebabkan oleh adanya sentuhan ini (faktor eksternal).
Tokoh Teori Ketergantungan Klasik
1. Teori Andre Gunder Frank : Pembangunan dan Keterbelakangan
Andre Gunder Frank adalah seorang ekonom Amerika yang menjadi murid Raul Presbich. Frank sepakat dengan hasil penelitian Presbich yang menyimpulkan bahwa hubungan negara pusat dan negara pinggiran (yang selanjutnya oleh Frank disebut negara satelit) adalah hubungan yang tidak sehat. Frank meyakini bahwa keterbelakangan yang terjadi di negara satelit bukanlah proses alamiah, melainkan akibat langsung dari kapitalisme negara pusat (yang selanjutnya oleh Frank disebut negara metropolis). Agak berbeda dengan Presbich yang membicarakan teori ketergantungan dari perspektif ekonomi (ketimpangan nilai tukar), Frank lebih menyoroti aspek-aspek politis dari interaksi ekonomi di negara satelit.
Pada teori Frank terdapat tiga komponen utama, yaitu:
1. Modal Asing
2. Pemerintah Lokal
3. Borjuasi Lokal (Yang oleh Baran disebut klas Tuan Tanah dan Pedagang)
Pembangunan di negara satelit hanya terjadi dalam lingkaran ketiga komponen di atas. Rakyat banyak yang hanya menjadi buruh dirugikan. Dengan adanya ketiga komponen di atas, maka dapat dilihat bagaimana ciri-ciri dari perkembangan kapitalisme di negara satelit.
1. Kehidupan Ekonomi yang tergantung (seperti yang telah diungkapkan Baran sebelumnya, yakni ketergantungan terhadap barang impor).
2. Terjadinya kerjasama antara modal asing, pemerintah lokal, dan borjuasi lokal yang bersifat eksploitaitif terhadap rakyat banyak.
3. Terjadinya ketimpangan antara si kaya dan si miskin.
Melihat kenyataan ini, Frank menolak teori Marxis mengenai tahapan masyarakat. Menurut Frank, di negara satelit tidak akan pernah terwujud masyarakat kapitalis yang utuh, sebab kapitalisme yang ada di negara satelit bukanlah kapitalisme alamiah, melainkan kapitalisme berpenyakit yang menghisap kekayaan negara-negara satelit. Oleh karena itu Frank menawarkan bentuk Revolusi yang langsung menuju masyarakat sosialis. Bagi Frank, tahapan masyarakat kapitalis di negara satelit tidak dapat terwujud karena pengaruh atau campur tangan kapitalisme asing sudah terlalu kuat.
2. Teori Theotonio Dos Santos : Struktur Ketergantungan
Walaupun sama-sama penganut teori ketergantungan, Theotonio Dos Santos tidak sepenuhnya sepakat dengan pendapat Frank. Dos Santos sepakat dengan ide negara metropolis dan negara satelit yang hanya menjadi bayangan dari negara metropolis. Akan tetapi Dos Santos berpendapat bahwa negara satelit pun dapat berkembang, walaupun perkembangan itu masih bergantung ke negara metropolis. Simak definisi ketergantungan menurut Dos Santos:
Yang dimaksud dengan ketergantungan adalah keadaan di mana kehidupan ekonomi negara-negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara-negara lain, di mana negara-negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja. Hubungan saling tergantung antara dua sistem ekonomi atau lebih, dan hubungan antara sistem-sistem ekonomi ini dengan perdagangan dunia, menjadi hubungan ketergantungan bila ekonomi beberapa negara (yang dominan) bisa berekspansi dan bisa berdiri sendiri, sedangkan ekonomi negara-negara lainnya (yang tergantung) mengalami perubahan hanya sebagai akibat dari ekspansi tersebut, baik positif maupun negatif.[18]
Sumbangan Dos Santos yang lainnya adalah uraian yang lebih rinci mengenai bentuk-bentuk ketergantungan, yakni:
Ketergantungan Kolonial, selain mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) untuk diekspor ke negara asal kolonialis, ketergantungan ini pun mendominasi secara politik, sosial, dan budaya. Ketergantungan ini merupakan bentuk penjajahan secara langsung. Penduduk setempat tidak memiliki kemerdekaan untuk menentukan keinginannya. Bahkan para kolonialis tersebut mengklaim bahwa daerah jajahan tersebut merupakan hak miliknya.
Ketergantungan finansial-industrial, walaupun negara satelit secara politis telah merdeka, namun kegiatan ekspor bahan mentah (SDA) untuk negara metropolis masih tetap berlangsung. Ekonomi negara satelit masih dikendalikan oleh kekuatan finansial dan industrial yang kuat dari negara-negara metropolis.
Ketergantungan teknologis-industrial, ini merupakan bentuk ketergantungan terbaru. Kegiatan ekonomi di negara satelit tidak lagi ekspor bahan mentah, namun industri yang ada di negara metropolislah yang dipindahkan ke negara satelit. Hal ini semata-semata dilakukan demi efisiensi bisnis. Biaya distribusi menjadi lebih murah, harga buruh sangat murah, serta pangsa pasar yang melimpah di negara satelit itu sendiri.
3. Samir Amin : Kapitalisme Pinggiran
Kapitalisme pinggiran berbeda dengan kapitalisme pusat dengan ciri mengarah pada elspor, hipertropi pada sektor tersier, bercorak sosial kapitalis.
Bantahan Teori Ketergantungan : Industrialisasi di Negara Pinggiran
Bill warren menunjukkan bahwa proses industrialisasi memungkinkan pertumbuhan ekonomi di Dunia Ketiga. Pendapat Warren mendapat dukungan dari Fernado Henrique Cardoso dan Peter Evans dimana mereka meyakini bahwa pembangunan dan industrialisasi memang terjadi di negara pinggiran. Pada akhirnya melahirkan apa yang disebut oleh Peter Evans sebagai Aliansi Tripel, yaitu kerjasama antara: (1) Modal asing, (2) pemerintah di negara pinggiran yang bersangkutan, dan (3) borjuasi lokal. Modal asing, melalui perusahaan-perusahaan multinasional raksasa, melakukan investasi di negara pinggiran tersebut.
Kritik Terhadap Teori Ketergantungan :
1. Kritik Packenham
Salah satu kritik menarik dari kelompok teori liberal datang dari Robert A. Packenham. Menurutnya disamping kekuatan, Teori Ketergantungan juga mempunyai kelemahan yaitu hanya menyalahkan kapitalisme sebagai penyebab ketergantungan. Tidak mendefinisikan secara jelas tentang konsep ketergantungan. Pembicaraan tentang proses sebuah Negara bisa keluar dari ketergantungan sedikit sekali, bahkan Frank hanya menawarkan Revolusi Sosialis sebagi jalan keluarnya. Ketergantungan selalu dianggap sebagai sesuatu yang negative, Teori Ketergantungan sangat menekankan konsep kepentingan kelompok, kelas dan Negara. Kepentingan antara Negara pusat dan Negara pinggiran tidak selalu bersifat zero-sum game (bila satu menang maka lainnya kalah) karena bisa saja keduanya mendapat keuntungan.
2. Penelitian Chase Dunn
Christopher Chase Dunn menganggap investasi modal asing dan utang tidak selalu berakibat negatif pada pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pada pemerataan pendapatan, investasi tersebut dapat juga positif bagi ekonomi negara pinggiran, dalam arti Modal asing langsung memproduksi barang dan menimbulkan permintaan barang-barang lain yang dibutuhkan bagi produksi; Utang luar negeri membiayai pembangunan sarana yang dibutuhkan untuk pembangunan; dan Transfer teknologi, perbaikan kebiasaan kerja, modernisasi organisasi
3. Komentar Cardoso
Usaha untuk mengerti terjadinya keterbelakangan itu dituangkan dalam analisis yang bersifat kualitatif, karena banyak persoalan yang tidak bisa dikuantifikasikan. Cardoso membalas kritik Packenham yang dianggap mau memformalkan Teori ketergantungan menjadi seperangkap konsep yang bisa diukur dan bersifat a-historis, seakan-akan konsep ini bisa berlaku dalam segala situasi dan kapan saja. Cardoso mengkritik Chase Dunn dalam usahanya mengkuantifikasikan konsep-konsep masalah ketergantungan dan menyalahkan Frank, yang mereduksikan masalah ketergantungan menjadi dikotomi antara kekuatan imperialis negara-negara maju dengan negara-negara yang terkebelakang.
Teori dependensi baru adalah teori yang muncul akibat adanya kritik terhadap teori dependensi. Beberapa tokoh yang termasuk dalam teori dependensi baru diantaranya; Fernando Henrique Cardoso, Thomas B Gold, Hagen Koo, dan Mohtar mas’oed.
Tanggapan Teori Dependensi : Rumusan Cardoso
Menurut cardoso, terdapat tiga rumusan dalam teori “ketergantungan”. Yaitu pertama, metode historis struktural. Kedua, adanya pengaruh faktor ekstern dan faktor intern yang menjadi penyebab ketergantungan dan keterbelakangan. Dari sisi intern, fokus pada masalah ekonomi, sosial dan politik. Persoalan pembangunan yang ada di dunia tidak dapat dibatasi hanya pada industri substitusi impor, strategi pertumbuhan, orientasi ekspor atau tidak, pasar domestik atau dunia. Namun justru pada ada atau tidaknya gerakan kerakyatan dan kesadaran kepentingan politik rakyat. Dalam faktor ekstern, dominansi ekstern akan mewujud sebagai kekuatan intern. Ketiga, adanya kemungkinan bahwa pembangunan dan ketergantungan mewujud secara bersama yang memunculkan ketergantungan yang lebih dinamis.
Pada sisi yang lain, menurut cardoso terdapat beberapa dampak negatif dari teori dependensi, yaitu timpanganya distribusi pendapatan dan ketimpangan ekonomi lainnya. Orientasi pembangunan ekonomi pada barang-barang yang tahan lama yang tidak diperuntukkan rakyat banyak, akan menambah hutang luar negeri. Disamping itu, teknologi yang diterapkan pada dunia ketiga adalah teknologi yang padat modal, bukan padat karya. Hal ini akan menyebabkan ketimpangan, karena tidak menjadikan tumbuhnya sektor barang-barang modal
Thomas B Gold : Pembangunan dan ketergantungan Dinamis di taiwan
Pendapat gold tentang dependensi baru menitikberatkan pada keajaiban pembangunan politik-ekonomi di Taiwan yang dulunya tergolong sebagai negara pinggiran, telah mampu mencapai pertumbuhan ekonomi dan kesentosaan politik yang lebih dari sekedar memadai. Dengan bantuan dari Amerika Serikat, KMT di Taiwan mengubah dirinya menjadi NBO (Negara Birokratik Otoriter). Industrialisasi merupakan program reformasi yang dilakukan untuk meningkatkan ekonomi. Gold menyimpulkan, bahwa jika negara dunia ketiga mampu secara selektif, hati-hati dan terencana membangun hubungan dengan tata ekonomi kapitalis dunia, maka tidak selalu menghasilkan keterbelakangan dan ketergantungan.
Hagen Koo: Interaksi antara Sistem Dunia, Negara dan Kelas di Korea
Koo mencoba melihat pembangunan di Korea selatan dalam kontek yang terus menerus antar negara, kelas sosial dan sistem dunia serta pengaruh dari tiga unsur tersebut secara komulatif dan bersamaan.
Mohtar Mas’oed: Negara Birokarasi Otoriter di indonesia
Negara Birokrasi Otokratik mempunyai beberapa cirti dan karakter diantaranya; Posisi puncak pemerintahan biasanya dipegang oleh organisasi militer, pemerintah atau pengusaha; Terdapat pembatasan partisipasi politik yang ketat (political exclusion); Terdapat pembatasan yang ketat dalam partisipasi ekonomi (economic exclusion); Terdapat depolitisasi dan demobilisasi masa. Secara ringkas, NBO dicirikan oleh adanya peran dominan para birokrat, khususnya militer yang melahirkan kebijaksanaan pembatasan partisipasi politik dan ekonomi serta muncul kebijaksanaan depolitisasi dan demobilisasi.
Di Indonesia NBO lahir dikarenakan karena beberapa sebab, pertama adanya warisan krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun 1960-an. Pengaruh Soekarno masih dianggap mempunyai pengaruh yang kuat dan masih mempunyai pendukung yang tidak sedikit. Kedua adanya koalisi intern orde baru yang memaksa untuk segera melakukan restrukturisasi ekonomi secara radikal. Ketiga adanya orientasi ke luar yang dirumuskan oleh orde baru.
Saat itu pendalaman industrialisasi, kebijaksanaan integrasi vertikal belum terjadi , Indonesia cenderumg masih dalam tahap awal pemulihan dari kehancuran, sehingga Mas’oed menyimpulkan untuk kasus indonesia lahirnya NBO lebih disebabkan karena faktor krisis politik. NBO di Indonesia mempunyai beberapa karakteristik yaitu;
1. Pemerintah orde baru berada di bawah kendali militer secara organisatoris yang bekerjasama dengan teknokrat sipil.
2. Modal domestik swasta besar yang memiliki hubungan khusus dengan negara, dan modal internasional memiliki peran ekonomis yang sangat menentukan.
3. Hampir seluruh bentuk kebijaksanaan dari perencanaan sampai evaluasi sepenuhnya berada ditangan birokrat dan teknokrat.
4. Adanya kebijakan demobilisasi masa dalam bentuk kebijakan masa mengambang.
5. Dalam menghadapi penentangnya, orde baru tidak segan-segan melakukan tindakan tegas.
6. Besarnya otonomi dan peran kantor kepresidenan yang diwujudkan dengan sangat luanya wewenang kantor sekretariat negara, ini merupakan ciri khusus untuk indonesia.
Kesimpulan
- Teori dependensi baru memberikan perhatian pada kemungkinan munculnya ciri ketergantungan yang unik dan khas secara historis seperti yang terjadi di Korea, taiwan dan Indonesia.
- Dengan perspektif dependensi baru negara dunia ketiga tidak lagi dipandang sebagai negara yang bergantung pada asing, tetapi sebagai aktor yang aktif yang secara cerdik berusaha untuk bekerjasana dengan modal domestik dan modal internasional.
- Jika negara dunia ketiga mampu secara selektif, hati-hati dan terencana membangun hubungan dengan tata ekonomi kapitalis dunia, maka akan bisa membebaskan dari keterbelakangan dan ketergantungan.
Daftar Pustaka :
Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Budiman, Arif (terj.) Frank, Andre Gunder. 1984. Sosiologi Pembangunan Dan Keterbelakangan Sosiologi, Jakarta: Pustaka Pusat.
Leo Agustino, Ekonomi Politik Pembangunan (Bandung: Dialog Press, 2000),
Martin Wolf, Martin Wolf, Why Globalization Works (Yale: Yale University Press, 2004).
Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001).
Hira Jhamtani, WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga (Yogyakarta: Insist Press, 2005).
Mansour Fakih,Bebas dari Neoliberalisme (Yogyakarta: Insist Press, 2003).